Di kesempatan kali ini saya akan menuliskan tindakan
kurang terpuji dan pencemaran nama baik. Berdasarkan beberapa kasus yang
saya lihat secara langsung, ketika seorang pol*si sedang mengatur lalu
lintas di sebuah simpang jalan dan ada seorang pengendara sepeda motor
yang melanggar peraturan lalu lintas serta tidak memiliki surat2 yang
lengkap, tanpa melihat siapa dia atau tanpa pandang bulu si pol*si
tersebut memberhentikan si pengendara untuk memberitahukan kesalahan si
pengendara. Si polisi memulai pembicaraan (melakukan hormat terlebih
dahulu) selamat siang pak, mohon maaf apakah bapak tidak melihat bahwa
lampu jalan sudah pada warna merah yang artinya semua kendaraan dilarang
melintas dan harus menunggu di belakang garis, boleh saya liat
surat-suratnya?". Si pengendara dengan berbagai macam alasan mengalihkan
pembicaraan agar si pol*si tersebut lupa untuk memeriksa surat-surat
tersebut, karena surat-surat yang pengendara miliki tidak lengkap.
Sampai akhirnya si pol*si tersebut sedikit memaksa si pengendara untuk
tetap memperlihatkan surat-suratnya, si pengendara menunjukkan
surat-suratnya setelah melihat surat-suratnya si pol*si akan menilang si
pengendara, ketika akan mengeluarkan buku tilang dari dalam saku
celana, si pengendara menawarkan untuk tidak ditilang dan si pengendara
berkata, "damai saja pak", pol*si pun tetap untuk melaksanakan tugasnya
yaitu menilang si pengendara tersebut, si pengendara pun terus
menawarkan "perdamaian" dan pada akhirnya si pol*si tersebut mau
"berdamai", uang sebesar Rp XXXXX di terima oleh si pol*si sebagai suatu
"perdamaian". Si pengendara pun menyalakan kendaraannya dan
meninggalkan pol*si tersebut.
Keesokan harinya si pengendara melakukan kesalahan di media sosial
(kebetulan saya mengenal si pengendara) dia menulis sebuah artikel di
salah satu medsos yang sangat populer "aparat sialan gara-gara lu uang
gue Rp XXXXX melayang, masih aja lu doyan uang rakyat kecil". Kali ini
saya akan bertanya kepada para pembaca, apakah si pengendara itu layak
untuk berbicara seperti itu ? Layak untuk menjelek-jelekan suatu
instansi ? Padahal kenyataannya bukan hanya si pol*si yang salah karena
telah menerima uang "perdamaian" itu, si pengendara juga salah karena
telah menawarkannya, tetapi disini si pengendara tidak mau disalahkan,
yang lebih saya sayangkan lagi adalah tindakan si pengendara yang
menuliskan kata-kata jelek tersebut di sebuah media sosial. Sebagai
penulis artikel ini saya hanya ingin memberikan saran, tindakan tersebut
sama saja seperti tindak korupsi karena negara manjadi korbannya dan
sebaiknya pol*si pun tidak tergoda atau tidak menawarkan "perdamaian"
tersebut. Karena ketika tidak ada yang menawarkan atau yang ditawarkan
"perdamaian" itu, pasti tindakan tersebut tidak akan terjadi, karena
menurut saya "corruption is like a dance" karena tindakan korupsi tidak
bisa dilakukan oleh sepihak, pasti ada pihak ke dua yang ikut terlibat.
Dan sebaiknya ketika ada "pengendara-pengendara" lain yang pernah
melakukan perdamaian sebaiknya tidak perlu sampai melakukan menulis
artikel di medsos karena itu akan menimbulkan negative thinking oleh
masyarakat-masyarakat yang melihat artikel tersebut atau suatu
pencorengan citra instansi tersebut. Suatu negara akan maju ketika semua
masyarakatnya memiliki pemikiran yang positive.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar