Jumat, 18 Oktober 2013

ETIKA PEMERINTAHAN

Etika pemerintahan adalah nilai-nilai etik pemerintahan yang menjadi landasan moral bagi penyelenggara pemerintahan. Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku bahwa melalui penghayatan yang etis dan baik, seorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan menjaga moralitas pemerintahan. Aparatur pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi, akan senantiasa menjaga dirinya agar dapat terhindar dari perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga amanah yang diberikan, melalui pencitraan perilaku hidup sehari-hari. Dalam lingkup profesi pemerintahan misalnya, ada nilai-nilai tertentu yang harus tetap ditegakkan, demi menjaga citra pemerintah dan yang dapat menjadikan pemerintah, mampu menjalankan tugas dan fungsinya. Diantara nilai- nilai tersebut, ada yang tetap menjadi bagian dari etika dan adapula yang telah ditranspormasikan ke dalam hukum positif.
1.      Sistem pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
-          Presidensial
-          Parlementer
-          Semipresidensial
-          Komunis
-          Demokrasi liberal
-          liberal
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri

2.      Budaya etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Prilaku ini adalah budaya etika.

3.      Mengembangkan struktur etika korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.

4.      Kode prilaku korporasi
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct. Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.

5.      Evaluasi terhadap kode prilaku korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Ada 3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu:
-          Pengambilan keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
-          Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
-          Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.


Referensi

Rabu, 09 Oktober 2013

PRILAKU ETIKA DALAM BISNIS



Etika bisnis adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu perusahaan. standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang punya prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakan bisnis. Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis dan oleh karenanya membawa serta tanggung jawab etis bagi pelakunya.
A.    Lingkup bisnis yang mempengaruhi prilaku etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis. Lingkup bisnis mempengaruhi etika mencangkup 3 aspek antara lain:
  •  Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok.
  • Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu.
  •  Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku

B.     Saling ketergantungan antara bisnis dan masyarakat
Saat ini masyarakat khususnya di Indonesia sangat ketergantungan terhadap para pelaku bisnis, karena masyarakat butuh semua barang atau jasa yang di jual atau yang ditawarkan oleh para pelaku bisnis, begitupun dengan pelaku bisnis mereka butuh masyarakat sebagai konsumen dari produk atau jasa mereka, tanpa masyarakat mereka tidak bias menawarkan produk atau jasa tersebut. Hubungan ini seperti “simbiosis mutualisme” karena dari kedua belah pihak sama-sama membutuhkan untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan, dalam hal ini tidak ada yang dirugikan selama ketergantungannya masih dalam hal yang wajar. Salah satu contoh kasus masyarakat ketergantungan terhadap pelaku bisnis:
Badan Ketahanan Pangan menghimbau agar masyarakat mulai mengurangi ketergantungan konsumsi pangan terhadap beras. Pengurangan ketergantungan tersebut bisa dicapai dengan adanya program diversifikasi pangan. "Takutnya tanpa ada diversifikasi pangan, Indonesia akan menghadapi kelelahan dalam peningkatan produksi beras. Maka itu mulai sekarang ketergantungan terhadap beras harus dikurangi. Bahan baku umbi kayu dan umbi jalar kalau dibuat jadi tepung nantinya bisa diolah lagi jadi makanan yang bisa mensubtitusi beras."

C.     Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Etika bisnis mencakup hubungan antara perusahaan dengan orang yang menginvestasi uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, pegawai, kreditur dan pesaing. Orang-orang bisnis diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya dimasyarakat. Harus ada etik dalam menggunakan sumber daya yang terbatas di masyarakat, apa akibat dari pemakaian sumber daya tersebut dan apa akibat dari proses produksi yang dilakukan. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1.      Pengendalian diri
2.      Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3.      Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4.      Menciptakan persaingan yang sehat
5.      Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"  
6.      Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7.      Mampu menyatakan yang benar itu benar
8.  Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha  kebawah
9.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10.  Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11.  Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

D.    Perkembangan dalam etika bisnis
Menurut Richard de George perkembnagan etika dalam bisnis di bedakan dalam 5 periode, antara lain:
1.      Situasi dulu
Berabad-abad lamanya etika berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lain. Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles dan filsuf-filsuf yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan ,manusia bersama dalam Negara dan dalam konteks utu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.      Masa peralihan tahun 1960-an
Dalam tahun 1960-an terjadi perkembangan baru yang bisa dilihat sebagai persiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa 1960-an ini di Amerika Serikat ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa, penolakan terhadap establishment.
3.      Etika bisnis lahir di Amerika Serikat tahun 1970-an
Jika sebelumnya etika membicarakan aspek-aspek moral dari bisnis disamping banyak pokok pembicaraan moral lainnya, kini mulai berkembang etika bisnis dalam arti sebenarnya.
4.      Etika bisnis meluas ke eropa tahun 1980-an
Di Eropa semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis.
5.      Etika bisnis menjadi fenomena global tahun 1990-an
Dalam decade 1990-an etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Memang benar apa yang dikatakan Richard De George, “etika bisnis bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri.”

E.      Etika bisnis dan akuntan
Profesi Akuntansi: suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan pelatihan di bidang akuntansi, serta mengikuti perkembangan bisnis dan profesinya, memahami, mempelajari dan menerapkan prinsip akuntansi  dan standar (auditing) yang dtetapkan IAI.
Etika profesi; studi tentang  benar dan salah, atau baik dan buruk yang berkaitan dengan  perilaku orang dalam menjalankankan profesinya
Mengapa Kode etik profesi Akuntan Publik Diperlukan?
Untuk menjaga kepercayaan  masyarakat akan kualitas audit dan jasa-jasa lain.


Reverensi

Ir. Oerip Istanto, 2013,Etika Bisnis, http://pii.or.id/etika-bisnis

Olga rebekka, henny,2012, pendahuluan dan etika sebagai tinjauan seta perilaku etika dalam bisnis, http://hennyolgarebekka.wordpress.com/2012/10/08/pendahuluan-dan-etika-sebagai-tinjauan-serta-perilaku-etika-dalam-bisnis/

Rosalina (Tempo), 2010, masyarakat diminta kurangi ketergantungan konsumsi beras, http://www.tempo.co/read/news/2010/10/12/090284202/Masyarakat-Diminta-Kurangi-Ketergantungan-Konsumsi-Beras


Bertens, kees prof. Dr. MSC.,pengantar etika bisnis,kanisius,Yogyakarta,2000.

Sukrisno Agoes, Tanya Jawab Praktik Auditing, Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI,2003.